Senin, 26 Juli 2010


TERNYATA KITA TIDAK SENDIRI
asalam mualikum ing sa alloh bermangpaat

"ALLAH tahu saat kita lelah. ALLAH tahu saat beban terasa begitu berat. ALLAH tahu saat kita merasa sendirian, dan ALLAH tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya. KEEP FIGHTING STILL THE END" Kulihat sebuah pesan singkat yang ada dilayar HP pada suatu malam. Setelah membaca tulisan itu, seperti ada sesuatu yang menyentuh hati ini, rasanya nampol banget. Gimana engga, karena saat membaca pesan itu, ana sedang merasa sendirian dalam menjalankan amanah ini. Disaat ana merasa letih dengan amanah da�wah yang ada di pundak ana, disaat ana ingin berbagi beban dengan saudara2 ana yang lain, tapi mereka tak ada.

Tapi setelah membaca pesan itu, rasanya pas banget buat ana, menyadarkan ana, bahwa ada ALLAH yang selalu setia mendengarkan keluh kesah ana. Suatu hal yang mungkin selalu terlupakan oleh kita. Mungkin diantara antum ada juga yang pernah mengalami hal seperti itu. Disaat beban kita terasa begitu berat, disaat kita merasa tidak ada seorang ikhwah pun yang dapat dijadikan teman untuk berbagi, rasanya kita ingin berteriak lantang/menjerit, untuk mengeluarkan beban2 yang ada di hati. Dan mungkin saat itu kita akan bertanya : kemana saudara2 kita yang lain? ana jadi teringat perkataan seorang al-akh. Bahwa jadi ikhwah itu mudah. Syaratnya hanya 2. Yaitu siap untuk memperhatikan saudaranya & siap untuk tidak diperhatikan oleh saudaranya. Al-akh itu bilang, disaat kita merasa sendiri, mungkin saat itu kita sedang diuji untuk memenuhi syarat yang kedua. Tapi apa hanya sebatas itu? Terkadang, disaat kondisi seperti inilah, ana merasa bahwa ana benar-benar seorang makhluk yang dhoif, sifat-sifat manusiawi kita tidak bisa kita tutupi. Wajar, disaat kita sendiri kita ingin ada saudara kita yang memperhatikan kita, karena kita manusia, sehebat atau sekuat apapun kita, tetap aja manusia! Tapi, ada satu hal yang ana pelajari, kebanyakan dari kita selalu menuntut. Menuntut unutk ditemani. Menuntut untuk diperhatikan. Menuntut untuk diingatkan, dan mungkin masih banyak lagi tuntutan dari kita. Tapi lihat, apa yang kita lakukan? apakah kita telah memberikan itu semua kepada saudara kita?

Ternyata, ada hal yang jauh lebih penting, yaitu memberi! Disaat kita membutuhkan perhatian dari seorang saudara, mengapa kita tidak memberikan perhatian kepada saudara kita? Disaat kita ingin ada saudara yang menemani kita, mengapa kita tidak menemani saudara kita? Disaat kita ingin diberi tausyiah oleh saudara kita, mengapa kita tidak memberi tausyiah kepada saudara kita? Ana harap kita bukanlah Da�i yang lebih banyak memnta dari pada memberi (manja), hingga akhirnya menjadi da�i yang tiada berdaya guna. Tapi sebaliknya. berikanlah kepada saudara kita apa yang kita butuhkan, dengan begitu kita akan mendapat kebahagiaan. Disaat itu pula kita akan sadar, bahwa kita tidak sendiri!

Siapa yang membuat kita tidak sendiri? Bila kita seorang da�i, jangan pernah merasa sendiri. meski secara fisik, secara sosial, kesendirian itu bisa jadi benar-benar terjadi. Sebab seorang da�i melihat tidak dengan mata kepalanya saja. Sebab alat perasa seorang da�i bukan panca indera belaka. Ada mata hati, ada kata hati. Ada iman. Ada keyakinan, ada pengharapan kepada ALLAH, dan yang pasti, ada kerinduan akan syurga yang abadi. Karenanya, logika kesendirian bagi seorang da�i tidak boleh menyentuh sisi keimanannya.

Ia bisa jadi menyerang tulang belulangnya, menyuburkan ubannya, mengerutkan dahinya, tapi ia tidak boleh mengeruhkan iman dan mengotori jiwanya. Ada banyak makna yang bisa kita renungkan, yang menunjukkan betapa seorang da�i pada dasarnya tidak boleh merasa sendirian. Ternyata kita tidak sendiri. Ada ALLAH, tempat kita mengadu. Tempat kita menyerahkan jerih payah kita. Sesulit apapun masalah yang kita hadapi, kita tidak boleh putus asa. Ada ALLAH. Menghadirkan kebersaman ALLAH adalah obat kesendirian yang sangat mujarat. Di tengah segala ketidakberdayaan kita, masih ada ALLAH Yang Maha Penolong.

Kita telah memilih dakwah sebagai jalan kita.. Dan pilihan ini dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Kalimat klasik yang sering kita dengar, "jalan ini adalah jalan yang penuh onak dan duri". Jalan yang dapat merentakkan tulang belulang, dapat memeras keringat, dapat menguras pikiran dan dapat merapatkan urat syaraf.
oleh karenanya siapapun tidak akan sanggup menempuh jalan ini kecuali bersama ALLAH dan mengikuti ajaran Rasulullah.

Jalan dakwah yang panjang ini, hanya dapat diraih jika ia diusung oleh orang-orang yang cerdas, dirawat oleh orang-orang yang ikhlas, diperjuangkan oleh orang-orang yang sabar, dimana ALLAH menjadikan sabar bagai kuda yang tak pernah letih, pedang yang tak pernah tumpul dan benteng yang tak tertaklukkan. Dan jalan ini hanya bisa dipertahankanoleh orang-orang yang istiqomah. Sebagai orang yang telah memilih jalan dakwah ilallah, maka yang harus kita lakukan adalah mengokohkan pijakan kaki kita. Dan ana berharap, semoga ALLAH memberkahi kita dengan nikmat dan ujian-ujian-Nya, termasuk ujian kesendirian kita.

Dan Ikhwah..., perjalanan perjuangan itu masih jauh... hampir tak bertemu ujung. Penuh aral nan melintang, penuh onak dan duri. Karena langkah ini adalah langkah-langkah abadi, menapak tegak laju tanpa henti. Tak pernah rasa rugi menapak jalan ini, syurga ALLAH menanti.

Dijalan dakwah ini, kita disini untuk berjuang! Setia mengusung cita: HIDUP MULIA ATAU SYAHID MENGGAPAI SYURGA! Sekarang, tidak ada salahnya jika kita mulai mencintai peran kita, karena kita ingin kesendirian, serta lelah fisik, dan batin yang kita alami memberi arti, hanya bagi ALLAH, Penulis Skenario sesungguhnya, bukan sekedar kekaguman para ciptaan-Nya. Sekarang saatnya kita tetapkan niat kita untuk memaknai setiap detik peran kita. Merasainya, menikmatinya, mensyukurinya sebagai sebuah kepercayaan-Nya pada kita. Ya ALLAH kuatkan hamba untuk melangkahkan kaki ini dan menghargai keringat yang menetes dengan harapan hanya balasan-Mu.

Ya Robb..., jika memang ini adalah jalan terbaik yang harus hamba tempuh, maka hamba akan menempuhnya dengan mengharap keridhoan-Mu. Dan hamba percaya, bahwa Engkau tidak akan menguji hamba bila hamba tidak mampu untuk melalui itu... Tek ada tempat yang dapat hamba harapkan selain Ridho-Mu atas langkah-langkah kaki hamba menuju belantara dakwah-Mu... Ya Robb... Kuatkan hamba dengan kesabaran, agara hamba mampu bertahan berjuang untuk menegakkan kalimat-Mu di bumi ini. Maka Ikhwah, Mari berkarya, dengan yang terbaik yang kita punya. Lupakanlah kesendirian kita. Karena kita tidak pernah sendirian. Jangan pernah malas dan jemu berkorban untuk perniagaan ini! Berjuanglah ikhwah! Dan teruslah berjuang! Sampai ALLAH, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin menjadi saksi akan perjuangan ini. Allahu Akbar!!!

[Teruntuk teman-teman seperjuangan, semoga ana dan antum orang-orang yang tidak pernah merasa sendiri sijalan dakwah ini, uhibbukumfillah ]

Selasa, 13 Juli 2010


SEPATAH KATA

Selamat datang dan bergabung dengan Makna Hidup. Terimakasih Anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini merupakan ungkapan murni hati saya sendiri tanpa melihat ide dan pikiran orang lain. Semuanya mengalir seperti air, semuanya adalah ekspresi diri, semuanya adalah keinginan hati, semuanya adalah pengingat diri, semuanya adalah introspeksi diri.

Apa yang saya tuliskan, itu adalah bagian hidup saya. Apa yang saya ungkapkan itu adalah pengalaman orang lain di sekitar saya. Saya ingin selalu belajar dari pengalaman orang lain di sekitar saya. Saya ingin selalu memaknai dan mengambil hikmah dari apa yang terjadi pada diri sendiri, sahabat, saudara, tetangga dan kehidupan orang-orang yang telah terekspos jalan hidupnya melalui berbagai media.

Saya adalah orang yang bodoh dan tidak berpendidikan, tidak seperti Anda-anda yang pintar dan berkesempatan untuk sekolah maupun kuliah di tempat unggulan. Perkataan saya adalah spontanitas hati, perkataan saya adalah ungkapan jiwa, perkataan saya adalah buah pikiran dan perkataan saya adalah curahan hati yang paling dalam.

Apabila penyampaian ungkapan hati saya bukanlah sesuatu yang menarik, maka itu sebagai kewajaran dan sebagai bukti bodohnya diri saya. Kebodohan yang tidak merepotkan orang lain akan lebih baik jika dibandingkan kepandaian yang merugikan dan menyakiti orang lain. Karena pada hakikatnya orang pandai yang congkak itu adalah orang bodoh yang besar mulut, dan orang bodoh yang berguna itu adalah orang pandai yang rendah hati.

Deskripsi tema adalah sesuatu yang tidak saya susun sedemikian rupa sehingga terkesan menarik orang lain untuk menyukainya. Keinginan saya hanya satu, yaitu dapat menuangkan pikiran saya yang bodoh ini, mungkin suatu saat tulisan saya akan berguna buat saudara-saudaraku yang lainnya.

Satu hal yang paling utama dari apa yang saya lakukan ini adalah menyangkut sumber perkataan. Kalaupun tulisan-tulisan saya ada berbau kaidah agama, itu karena saya bodoh tetapi mau hidup menjalankan kaidah agama. Saya tidak memiliki apa-apa kecuali agama yang bisa menenangkan. Saya tidak berkesempatan sekolah seperti orang lain tapi saya bahagia karena agama telah menyekolahkan saya.

Jika memang perkataan saya benar, itu semata-mata dari Allah yang memiliki kebenaran mutlak. Akan tetapi jika perkataan saya salah, itu semata-mata karena kodrat saya sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan dan kehilafan. Adapun saya tidak menggambarkan secara detil beserta penjelasannya tentang suatu sumber seperti Ayat-ayat Allah maupun hadits-hadits Nabi, semuanya karena kebodohan saya, kalaupun saya mengatahuinya, maka saya takut jika ayat-ayat suci dan hadits-hadits tersebut tercampur dengan lisan saya yang awam agama.

Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas kunjungannya dan saya mengharapkan komentarnya untuk saling berbagi dan sebagai bahan ajar untuk kita. Ajarilah diri saya yang bodoh ini wahai Saudaraku ! Semoga kalian menjadi orang-orang yang beruntung.

Terakhir saya ucapkan terima kasih kepada detik.com yang telah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang hobi menulis serta menuangkan pikirannya melalui sebuah blog.

Salam,

MAKNA HIDUP

Rabu, 07 Juli 2010


assalamualaikum wbt.

banyak betul habuk. nak lap-lap sikitlah habuk sawang segala. heh. segala yang ada di dunia ini adalah milik Allah. seeeeemuanya! termasuk ilham. ilham yang ada ini jika Allah nak bagi, macam air mengalir ia mengalir..jrusssshh... okay, untuk elakkan dari mengarut-karut. saya nak kongsi sesuatu di sini.

sejak kebelakangan ini. dalam beberapa minggu ini. banyak sangat perkara berlaku. bayi dibuang. bayi dibakar di tong sampah. bayi disepak terajang hingga mati. nau'zubillah. sedih sangat-sangat. manusia apabila dikuasai nafsu. boleh buat pelbagai lagi teruk dari itu

tapi...

siapa kita untuk menghakimi. hanya Allah. yang kita boleh buat. mendoakan mereka peroleh hidayah. teringat kisah umar al khatab yang ketika jahiliyahnya membunuh anak perempuannya. tapi setelah kembali kepada islam. dia adalah khalifah dan di antara sahabat yang hebat di samping rasulullah. siapa tahu. Allah yang memegang hati setiap manusia. makanya kita sebagai manusia biasa, tiada layaknya menjadi judgmental.

sedangkan Allah sendiri menghakimi hamba bila nyawa telah dicabut. siapalah manusia untuk menghakimi manusia lain ketika hayatnya ye tak?

makanya bila sedih-sedih cuba lihat dunia luar yang lebih teruk dari kita. itulah bila nampak dunia sendiri je. tak tengok luar kotak nampak diri sendiri lah dugaan yang paing teruk. buat malu je. T___T nak kongsi satu kata-kata

Rabu, 30 Juni 2010



Tasawuf dalam dunia Islam memiliki tradisi musik, syair, tarian dan lagu yang bernilai artistik. Tradisi ini ada sejak berabad-abad lamanya setelah lahirnya Islam di Makkah. Tradisi ini dapat dikatakan sebagai suatu metode dalam merepresentasikan cinta seorang sufi pada kekasihnya (Tuhan).

Dengan makrifatnya akan Tuhan, seorang sufi terkadang menyalurkan atau mengungkapkan cintanya baik melalui gubahan syair, puisi, tarian, musik, ataupun munajat. Kesusastraan ini berkembang begitu cepat, bahkan juga menjadi tradisi. Sastra yang indah dan memukau yang dihasilkan dari kekuatan cinta.

Para peminat dan peneliti tentang tasawuf dalam Islam menemukan bahwa warisan sastra dalam dunia tasawuf menawarkan sebuah pandangan dari suatu dunia simbolik yang sangat halus. Di mana pengetahuan dan penghayatan tentang Tuhan tertuang di dalamnya.

Tulisan di bawah ini memaparkan dimensi seni dan sastra dalam dunia tasawuf, khususnya berkenaan tentang musik dan syair. Bagian pertama dari tulisan ini membahas ‘tradisi musik dalam tasawuf’, yakni berkenaan dengan ritual mendengarkan syair atau pun puisi yang diiringi dengan musik. Kemudian, bagian kedua, berkenaan tentang ‘syair dalam tradisi sufi’ yang memiliki daya mistis serta daya pikat serta keindahan yang akan mengantarkan para pendengar yang antusias serta serius pada cinta Ilahi.

Tradisi Musik Dalam Tasawuf

Tradisi musik sufi memiliki daya pikat tersendiri dalam perjalanan dunia tasawuf. Selama berabad-abad tradisi ini telah mengiringi eksistensi tasawuf, walaupun hal ini tidak berarti menguniversalkan semua sufi dalam tarekat-tarekatnya menggunakan musik. Karena di antara sekian banyaknya tarekat-tarekat Sufisme, terdapat Tarekat Naqsyabandiyyah dan Qodiriyyah yang tidak setuju dengan pertunjukan musik dan tari

Namun seiring berjalannya waktu, sekarang dua hal ini seakan tidak dapat dipisahkan. Walaupun sufi yang notabene seorang religius yang sampai pada tingkatan keimanan yang tinggi yang berbeda dengan masyarakat muslim lainnya, sedangkan musik adalah sesuatu yang asing bahkan pendapat yang sering didengar adalah tidak diperbolehkannya musik dalam Islam. Akan tetapi dengan argumen kuat yang disampaikan para sufi berkenaan dengan musik, yakni bahwa musik harus dilihat dari sudut pandang Islam dan dinilai dari kandungan etisnya, maka masyarakat pun dapat menerimanya.

Ritual menyimak musik tidak dapat dilihat secara literer bahwa yang membuatnya menjadi menarik adalah musiknya. Namun yang menjadi poin utama dalam tradisi ini adalah kandungan etisnya. Karena musik hanya sekedar iringan berirama ~yang dimainkan oleh para ahli jasa (bukan sufi)~ yang menyesuaikan dengan syair atau lagu yang dibawa oleh seorang penyair. Ritual ini meniscayakan kepekaan sang pendengar. Dalam artian, mendengarkan dengan antusias serta menyimak dengan baik adalah kunci demi mendapatkan ekstase dengan sang kekasih. Inilah yang kemudian dikenal dengan nama sama’. Yakni ungkapan bahasa arab dalam tradisi sufisme yang berarti mendengar, di mana yang menjadi prioritas dalam ritual ini adalah pengalaman dalam menyimak syair dan bukan pada pertunjukan musiknya.

Seseorang yang secara spiritual belum matang tidak akan dapat menyerap musik ke dalam jiwanya. Sedangkan tujuan dan fokus dari ritual ini adalah menghidupkan hati dengan segenap cinta dan makrifat pada Tuhan. Sehingga kesiapan dan kematangan jiwa adalah sesuatu yang niscaya. Oleh sebab itulah, para sufi menganggap mendengarkan musik sebagai sesuatu yang serius dan penting.

Ritual ini tidak lain adalah sebuah varian dalam mengingat Tuhan. Dan sebagaimana halnya sesorang yang akan melaksanakan sholat, maka ia harus berwudhu demi mendapatkan kesucian, maka begitu juga dalam ritual ini. Penyembahan melazimkan bagi seseorang yang hendak menuju pada-Nya untuk bersuci. Tuhan adalah zat yang suci, dan begitu pun bagi hambanya yang hendak berkomunikasi dengan-Nya harus dalam keadaan suci. Sehingga apa pun cara ritual yang ditempuh untuk hal itu perlu adanya kesucian.

Selain nilai kesucian, yang juga diperhatikan dalam ritual mendengarkan musik adalah fokusnya pikiran pada makna estetis. Tidak fokusnya pikiran akibat terlengahkan oleh hal-hal lainnya seperti, cantiknya wajah serta indahnya suara sang penyanyi atau penyair, akan menjadikan nihil ritual yang sedang ia ikuti. Karena semangat mencari keindahan ilahi akan kalah dengan keindahan fisik. Dengan demikian ketika seseorang sudah dapat mengatasi masalah-masalah seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa secara spiritual ia sudah matang.

Mereka yang lebih terfokus pada manifestasi lahir musik dari pada bentuk batinnya adalah orang-orang yang tertipu; menurut Ibn Arabi, bentuk audisi spiritual tertinggi dalam tradisi sama’ adalah konsentrasi terhadap manifestasi keindahan wahyu ilahi itu sendiri, yakni dalam al-Qur’an. Ibn Arabi berkata:

Tidak ada agama dalam genderang, seruling, dan permainan;
agama ada dalam al-Qur’an dan sikap hidup.
Ketika aku mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an (dibacakan), aku tergerak;
itulah menyimak (sama’), dan membawaku ke dekat hijab.
Sehingga aku menyaksikan Dia yang tidak bisa dilihat
kecuali oleh mata yang yang menyaksikan cahaya dalam al-Kitab.[i]


Selanjutnya dapat kita katakan bahwa terdapat dua keadaan pada seseorang yang mendengarkan ritual sama’. Pertama, ia takluk pada hasrat seksualnya dan kedua, ia merasakan kerinduan pada Tuhan. Tentunya hal ini berhubungan dengan latihan-latihan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dipisahkan dari dua otoritas, yakni otoritas akal sebagai pengatur dan pemegang kendali dan otoritas hawa nafsu yang selalu mengajak pada keburukan, di mana keputusan akhir berada di pundak otoritas akal. Apakah dalam kehidupan sehari-harinya ia takluk pada keinginan hawa nafsunya? Atau ia menjunjung tinggi akal dan selalu menempatkannya di atas hawa nafsu. Oleh sebab itulah, dalam tradisi sufi dikenal namanya tazkiyah an-nafs (penyucian diri) yang akan berdampak pada bersihnya akhlak orang yang bersangkutan. Dan inilah yang merupakan poin penting dalam mendengarkan musik, yakni bahwa ritual ini tidak akan berjalan efektif secara spiritual tanpa didahului oleh pembersihan akhlak.

Kemudian sejak masa al-Junayd (w. 910) ada kecenderungan di kalangan sufi untuk memunculkan tema al-Qur’an ~mengenai perjanjian antara Allah dengan jiwa manusia sebelum mereka dilahirkan ke bumi~ dalam ritual-ritual musik mereka. Dalam ayat al-Qur’an itu, Allah bertanya: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Kaum sufi memandang bahwa ayat ini memiliki makna yang dalam berkenaan dengan relasi cinta antara Tuhan dengan jiwa hambanya. Dalam artian bahwa dengan tradisi sama’ kita akan berusaha untuk mengingat janji yang telah pernah kita buat sebelum kita berada di kehidupan ini yang dengannya kita akan merasakan kerinduan. Al-Junayd pernah berkata, “Ketika dikatakan pada anak Adam saat ditiupkannya ruh mereka pada Hari Perjanjian itu, bukankah aku ini Tuhanmu?, maka semua ruh menjadi terpikat dengan kenikmatannya. Demikianlah maka semua orang yang terlahir ke dunia ini, setiap mendengar suara yang indah, ruh mereka akan tergetar dan terganggu oleh ingatan akan kalam Ilahi tersebut, karena pengaruh kalam itu ada di dalam suara yang indah”.[ii]

Dengan demikian suara manusia yang digunakan untuk membaca syair-syair yang ditujukan kepada Tuhan, nabi Muhamad, dan para wali menjadi elemen sentral dalam musik sufi, walaupun musik sufi itu sendiri didasarkan pada berbagai karya sastra, komposisi musik, dan idiom-idiom simbolik.

Syair Dalam Tradisi Sufi

Dalam dunia tasawuf, syair merupakan sarana efektif yang diungkapkan secara spontan atau pun digali dari ingatan yang pada tahap tertentu berguna demi ekstase dan penyembahan sejati pada Tuhan. Di mana ketika hal ini sudah dicapai, maka Tuhan menjadi mata dan telinganya, dan perilakunya merefleksikan sifat-sifat-Nya.

Syair ini tidak hanya berupa ajaran individual yang terilahami, tetapi juga merupakan literatur yang sangat kompleks dan dibuat secara sengaja dengan aturan-aturan yang terkadang rumit mengenai sajak dan matra serta kode-kode interpretasi simbolik rumit yang mengisyaratkan suatu kedekatan intim dengan subyek.[iii]

Tradisi syair sufi dalam Islam telah digubah dalam berbagai bahasa, meliputi Bahasa Arab, Persia, India, Turki, bahkan juga bahasa yang digunakan di Afrika dan Asia. Namun dalam tulisan ini, sedikit yang hanya disinggung adalah syair sufi Arab dan Persia, di mana keduanya memiliki pengaruh serta eksis terlebih dahulu dari syair-syair sufi yang menggunakan bahasa selain keduanya.

Sebelum beranjak lebih jauh mengenai syair sufi Arab dan Persia dalam tradisi sufi, ada baiknya jika saya paparkan sedikit mengenai syair pra Islam. Yakni bahwa syair sudah menjadi suatu kebiasaan atau adat dalam masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Para jago syair di antara mereka sering beradu syair di depan khalayak. Siapa yang menang di antara mereka akan mendapatkan hadiah atau berupa pentahbisan posisi yang tinggi di mata masyarakat.

Perlu diketahui bahwa al-Qur’an dan juga sebagaimana mukjizat-mukjizat para nabi terdahulu memiliki ciri dan karateristik tersendiri, yakni bahwa mukjizat yang Allah turunkan adalah sesuai dengan kondisi serta situasi yang ada pada suatu kaum. Dan situasi umat Arab jahiliyyah pada waktu itu sedang digandrungi oleh karya sastra yang diimplementasikan dalam bentuk syair atau pun puisi. Dan al-Qur’an yang notabene merupakan mukjizat Nabi Muhammad yang lahir ditengah-tengah bangsa Arab memberikan suatu nilai karya sastra yang sangat tinggi yang tidak dapat ditandingi oleh bangsa Arab pada waktu itu. Sehingga ia menjadi daya tarik umat untuk selanjutnya bergabung dalam barisan Islam.

Kebiasaan syair ini pun kemudian tetap berlanjut pasca datangnya Islam. Namun kebiasaan ini ~yang nantinya membentuk budaya Islam~ sepenuhnya berbeda, terutama dalam tema-tema yang dibawa. Kalau kita perhatikan syair pra Islam, maka akan kita temukan bahwa syair tersebut bersifat ambigu. Karena tema yang diangkat dalam syair tersebut berkenaan dengan pemujaan terhadap perang antar suku, anggur, cinta kasih yang profan dan kebanggan diri. Sedangkan syair pasca Islam terilhami oleh al-Qur’an yang memiliki pengaruh luar biasa terhadap cita rasa keindahan bagi kaum muslim yang sekaligus menafikan dan mengganti syair-syair seperti itu dengan penyerahan diri kepada Allah yang merupakan wujud cinta, dan pujian kepada nabi sebagai seorang yang sempurna dari segi akhlak, ilmu, dan juga kerasulannya, serta juga para wali yang bertugas sebagai pembimbing umat dan penjaga agama.

Dari sekian syair Arab, terdapat di antaranya yang menggunakan perumpaan cinta dan anggur yang dengannya dapat menjadikan orang berpikiran bahwa sang penyair adalah seorang yang sekuler. Karena tidak dapat dipungkiri juga, bahwa para penyair Bani Uumayyah juga sering menggunakan ungkapan-ungkapan profan seperti itu. Walaupun memang sejarah mencatat bahwa ada upaya-upaya dari Bani Umayyah untuk menggangu sensibilitas religius Islam. Akan tetapi lain halnya jika para sufi yang dalam syairnya menggunakan perumpamaan cinta dan anggur. Kita tentu harus membedakan dan jangan sampai terjebak pada kesimpulan dangkal. Pada tataran ini kita perlu melihat konteks dan penafsirannya. Anggur tidak dapat diartikan sebagai minuman yang memabukkan yang dituangkan ke gelas-gelas oleh para pembantu khalifah, melainkan bahwa anggur merupakan bentuk simbolisme yang menggambarkan keadaan mabuk oleh cinta pada Tuhan.

Kemudian selain dari pada syair Arab dalam dunia Islam tasawuf, di sana juga terdapat syair sufi Persia yang tidak kalah indahnya dengan syair sufi Arab. Syair Persia menjadi begitu diminati oleh para peneliti dan pengagum syair dalam Islam setelah tampilnya tokoh-tokoh sufi Persia, seperti Jalaluddin Rumi, Hafiz, dan lainnya yang begitu terkenal di dunia tasawuf.

Syair sufi Persia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan syair sufi Arab. Keduanya sama-sama menggunakan perumpamaan yang profan, seperti anggur dan gadis-gadis, yang berasal dari tradisi syair pra Islam. Di mana tradisi ini terus dibawa hingga masa kerajaan dalam Islam, yakni bahwa syair-syair yang demikian ini tumbuh dan berkembang di lingkungan istana yang dalam perkembangannya tidak dapat dipisahkan dari dua tradisi syair sufi ini. Kemudian kedua syair sufi ini memadukannya dengan nilai ke-Islam-an. Namun sedikit perbedaanya sebagaimana yang diutarakan oleh seorang professor dan pakar studi Islam dari Amerika, Carl W. Ernst bahwa para penyair Persia dalam syair sufinya cenderung untuk memilih syair empat baris (ruba’iyyah) untuk mengungkapkan pengetahuan mistis yang singkat.

Syair-syair sufi pada umumnya berpatokan pada perumpamaan-perumpamaan yang telah dikenal di kalangan para sufi. Di antara sekian perumpamaan itu adalah syair yang dalam kata-katanya mengacu pada kisah al-Hallaj, Laylah al-Qadr dan Hari Perjanjian dalam al-Qur’an. Hal ini dapat kita temukan pada syair sufi yang digubah oleh Hafiz, di mana ia memasukkan kalimat “Akulah kebenaran” yang merupakan ungkapan al-Hallaj.

Begitulah syair sufi memiliki ciri dan karakteristik tertentu. Sebagaimana halnya syair-syair non sufi yang sangat erat kaitannya dengan keidahan bahasa, syair-syair sufi pun demikian. Namun di antara sekian bahasa yang digunakan oleh para sufi dalam melantunkan syairnya, Bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Qur’an ternilai sebagai bahasa yang paling ungul dan paling mumpuni. Hal ini bisa kita lihat pada kendala bahasa yang ada di syair sufi Persia ketika mengungkapkan pujian kepada Allah dengan pujian yang sangat tinggi. Yakni bahwa tidak adanya kemampuan dalam bahasa Persia untuk menggambarkan pujian kepada Allah yang membutuhkan bahasa yang tinggi. Di mana pada tataran ini, melazimkan adanya perpindahan bahasa, yakni dari Bahasa Persia ke Bahasa Arab yang memiliki segenap kesempurnaan bahasa, sehingga tak jarang dalam syairnya, Jalaluddin Rumi akan berpindah bahasa, dari syairnya yang semula menggunakan bahasa Persia berpindah ke bahasa Arab.

Kesimpulan

Dari paparan di atas dapat kita ketahui bahwa musik dan syair sudah menjadi bagian dari tradisi tasawuf. Keduanya tidaklah digunakan oleh para sufi kecuali untuk menimbulkan efek estetis dan efek emosional yang akan membimbing serta mengantarkan mereka dan para pendengar pada Cinta Hakiki.

Para sufi tidaklah jauh berbeda dengan para da’i yang selalu melantunkan kata-kata hikmah demi mengajak umat pada kebenaran Islam. Namun mereka memiliki cara serta metode tersendiri dalam dakwahnya. Mereka senang pada keindahan, dan begitu pun dalam dakwahnya mereka menggunkan syair, puisi, musik dan lainnya yang terkenal dalam tradisi sufi yang erat kaitannya dengan kesusastraan untuk juga mengajak umat pada kebenaran.


[i] Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, Pustaka Sufi, 2003, h. 236.
[ii] Ibid, h.238.
[iii] Ibid. h. 190.
Referensi
Ernst, Carl W., 2003, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, Jogjakarta: Pustaka Sufi.
Awhadi, Muhammad Reza Ramzi, 2003, Cahaya Sufi: Jawaban Imam Khomeini terhadap 40 Soal Akhlak dan Irfan, Jakarta: Misbah.
Related Post
Tasawuf

* Pengalaman Mistis dan Wahyu
* Panteisme atau Wahdatul Wujud?
* Dialog Ringan Antara Sufi dan Menteri Kesehatan
* Problem Manusia Modern dan Solusinya (Sayyed Hossein Nasr's Perspective)
* Relasi Antara Cinta Dengan Sastra, dan Moral Dalam Sufisme

Rabu, 16 Juni 2010

abi hungkul

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama

karenanya…

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur – disakiti, diperhatikan – dikecewakan, didengar – diabaikan, dibantu – ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.


Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.

Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

Selasa, 15 Juni 2010


Betapa sering kita mengagumi berbagai hal di sekeliling kita. Kita mengagumi ciptaan Tuhan, seperti alam semesta dengan segala isinya: gunung-gunung, lautan, sungai, hutan, dan segala keindahan ciptaanNya yang menakjubkan. Kita juga bahkan mengagumi keindahan dan kecanggihan ciptaan manusia, seperti gedung-gedung tinggi, komputer, peralatan komunikasi, pesawat luar angkasa bahkan berbagai simbol kemewahan seperti: baju Ralph Laurent, sepatu Bally, pena Mont Blanc, dasi Giorgio Armani, dan berbagai jenis mobil mewah seperti Mercedez Benz, BMW, Jaguar, dan sebagainya.Kita seringkali dibuat takjub oleh hal-hal yang berada di luar kita tersebut. Tetapi di sisi lain kita justru sering tidak menyadari dan tidak pernah mengucap syukur atas ciptaan Tuhan yang luar biasa dan yang merupakan maha karya (master piece) Tuhan yang paling sempurna (the ultimate creation) dari seluruh ciptaanNya yang lain, yaitu kita, manusia. Setiap kita adalah sangat berharga, bernilai tinggi, unik, dan sangat indah serta jauh lebih berharga dibandingkan apa pun di dunia ini.
Seorang wanita yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormati aku. Seorang wanita yang tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah. Seorang yang mencintaiku bukan karena wajahku tetapi karena hatiku. Seorang wanita yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu & situasi।Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika
seorangwanitayangmenerimaapaadanya



seseorang yang memiliki hati yang bijak bukan hanya otak yang bersih
Seorang wanita yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormati aku.
Seorang wanita yang tidak hanya memujaku
tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah.
Seorang yang mencintaiku bukan karena wajahku tetapi karena hatiku.
Seorang wanita yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu & situasi.
Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang lelaki ketika berada disebelahnya.



Siapakah orang yang berakal?

Orang yang berakal ialah orang yang mengetahui dan menyedari bahawa kehidupan dunia tidak digunakan untuk bersenang-senang, kerana itu dia amat berhati-hati dalam menggunakan dan memanfaatkan masa dalam setiap kesempatan.


Dibuai lamunan kosong

Ambillah kebaikan dari orang yang mempunyai kebaikan dan tinggalkanlah keburukan yang ada pada orang yang mempunyai keburukan.

Latihlah diri kita untuk membalas dengan kebaikan kepada orang-orang yang telah berbuat keburukan kepada kita.

Belajarlah menahan diri dari selalu ingin melihat jasa dan kebaikan sendiri. Orang yang ikhlas itu bijak menyembunyikan kebaikannya sebagaimana dia menyembunyikan keburukannya

Minggu, 13 Juni 2010




Perjalanan seribu langkah dimulai dengan perjalanan satu langkah” artinya anda pasti punya rencana ke depan untuk melakukan banyak perubahan, pastikan mulailah hari ini।

Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat. Karena dalam, keadaan tetap bergerak, anda menciptakan kemajuan. Adalah jauh lebih baik bergerak maju, sekalipun pelan, daripada tidak bergerak sama sekali.

MASALAH adalah TANTANGAN tuk Maju

Bila anda menganggap masalah sebagai beban, anda mungkin akan menghindarinya. Bila anda menganggap masalah sebagai tantangan, anda mungkin akan menghadapinya. Namun, masalah dalah hadiah yang dapat anda terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, anda melihat keberhasilan dibalik setiap masalah.